PERAN ADIWIYATA DALAM MENGHADAPI ERA NORMAL BARU *
PUSAT KEBENCANAAN , MITIGASI DAN LINGKUNGAN LP2M UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Sebagaimana diketahui, era normal baru adalah kondisi normal yang tak pernah sama lagi seperti kondisi sebelumnya. Normal baru ini terbentuk karena setiap orang kini harus berusaha mencegah penularan virus Corona (COVID-19).
Setelah Corona merebak, nampaknya pemerintah Indonesia sudah dan masih terus harus menetapkan banyak aturan yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan. Begitu juga individu, kepala keluarga, pemimpin, masyarakat, tokoh agama, budayawan, praktisi pendidikan, pebisnis, dan semua pihak, mau tidak mau, suka tidak suka harus pula menyesuaikan diri dengan situasi pandemi yang belum jelas bagaimana akan berakhir.
Bangsa Indonesia kini hidup dalam kondisi yang bisa disebut “A New Normal” atau tradisi normal gaya baru. Menjalani hari-hari dengan keadaan yang dulu dianggap merepotkan, melelahkan, tak sopan, tak berbudaya, bahkan ‘gila’ tapi lambat laun akhirnya terasa sebagai sesuatu yang normal. Ya, yang kemudian menjadi lumrah selama pandemik sejatinya merupakan hal ganjil dan tak terbayangkan di waktu-waktu sebelumnya.
Menggunakan masker di tempat publik menjadi hal normal yang pertama. Bukan cuma lumrah melainkan kemudian masuk sebagai sesuatu yang wajib.. Pemerintah, jika tidak menetapkan lockdown - memang tidak memiliki pilihan, kecuali mengharuskan seluruh masyarakat memakai masker saat berada di ruang publik. Entah ketika mereka naik kendaraan umum, berjalan, berjualan, naik motor, ke kantor, harus memakai masker tanpa terkecuali. Menganjurkan penggunaan kaca mata saat berada di luar penduduk juga bukan ide buruk. Telepas minus, plus, atau normal, mengenakan kaca mata memperkecil risiko tertular penyakit covid19 ini.
Mencukur pendek rambut dan tampil klimis buat laki-laki sementara waktu selama wabah bisa menjadi salah satu cara mengurangi lahan bagi virus mendarat.
Mengenakan topi atau peci mungkin juga menjadi tradisi normal yang baru. Dulu topi wajib dibuka di dalam ruangan, tapi kini topi, lebih ideal peci, bisa menghindari virus bersarang dirambut yang jika berkeringat berpotensi mengalir ke mata. Topi juga bisa dilepas sebelum pulang ke rumah sehingga anggota keluarga yang berada di luar, meminimalisir kemungkinan membawa virus.
Tidak bersalaman ketika berjumpa, kini bukan bentuk ketidaksopanan, melainkan sikap yang dianjurkan demi saling menjaga. Jika dulu bakti seorang anak ditunjukkan dengan cara mengunjungi orang tua, saat ini justru sebaliknya. Demi bakti, mereka sementara tidak mengunjungi orang tua -apalagi yang sudah memasuki usia sepuh dan berada pada titik paling riskan untuk terinfeksi.
Mengantongi sanitizer atau alkohol juga menjadi new normal. Sekalipun cuci tangan dengan sabun di air mengalir lebih baik, tapi dalam keadaan minim air atau jauh dari toilet maka hand sanitizer atau alkohol bisa membantu membersihkan tangan.
Bagaimana dengan busana perlukah kita pikirkan juga apa yang akan menjadi gaya normal baru? Mengenakan kemeja saat berada di luar- sebagai pengganti kaus, barangkali bisa dipertimbangkan. Alasannya, kemeja yang dikenakan dan mungkin terpapar virus ketika kita berpapasan dengan entah berapa banyak orang saat berada di luar, maka ketika dilepas tidak perlu melalui wajah. Berbeda jika mengenakan kaus yang mungkin saja saat dilepas, bagian luar kaus akan menyentuh wajah dan ini menambah risiko. Kenapa jadi njelimet? Ya, terpaksa. Meski jika ditimbang-timbang, rasanya masuk akal juga. Di rumah, pikiran ini muncul saat melihat suami yang punya kebiasaan baru, melepas kausnya tidak menarik dari bawah melainkan memastikan menarik kaus dari kerah - tanpa membalikkan kaus bagian luar- hingga tidak menyentuh wajah, atau mengenakan kemeja.
Memakai celana pendek di dalam celana panjang bagi sebagian ayah yang keluar rumah, menjadi tradisi normal. Agar celana panjang yang mungkin terkena virus tidak di bawa masuk maka seorang ayah membuka celana panjangnya di luar pintu, dan masuk ke rumah dengan memakai celana pendek yang sebelumnya sudah dikenakan.
Membuka sepatu sebelum masuk rumah juga menjadi sebuah kebiasaan baru. Mencuci tangan atau mandi sebelum bertemu anggota keluarga juga ideal. Handsoap atau sanitizer yang disiapkan di depan pintu rumah sangat dianjurkan. Bahkan di komplek perumahan, saat ini anjuran mencuci tangan diiringi cairan pembersih yang disediakan di pos-pos tertentu merupakan pemandangan biasa.
Idealnya saat ini, setiap kita ketika keluar memang membawa sajadah sendiri. Masalahnya umumnya sajadah yang ada, bahannya berbulu sehingga sulit atau mustahil dibersihkan setiap usai digunakan. Bagaimana jika sholat di masjid atau mushola yang tanpa karpet? Tetap riskan, kalau mengingat satu kali bersin saja, seseorang menghasilkan 400.000 droplet. Jika diinjak maka virus menyebar ke mana-mana di lantai yang menjadi tempat sujud. Dilema. Ada baiknya membiasakan membawa sajadah lipat yang dipakai khusus diri sendiri, dari bahan yang mudah dibersihkan.
Banyak hal telah berubah dan akan berubah. Tidak sedikit di antaranya yang sebenarnya baik juga untuk dipertahankan, perhatian terhadap kebersihan, fleksibilitas pertemuan yang dulu mengharuskan keberadaan fisik. Semangat gaya hidup sehat, termasuk berjemur matahari secara rutin, minimal tiga kali sepekan. Juga menghidupkan kebun kecil di setiap rumah serta semangat berbagi dan mengubah cara pikir yang hanya menjadi penonton saat orang lain mendapatkan masalah, sebaliknya segenap rakyat mencoba bergerak, berkontribusi menjadi penyelesai masalah bagi yang lain.
Demikianlah, selamat datang di era “New Normal.”
Beberapa kebiasaan positif harus terus dibangun dan dibangkitkan kesadaran dari masyarakat, dengan dukungan para ulama, dan tokoh masayarakat.
Kegiatan Adiwiyata adalah untuk siswa yang lebih dekat dengan alam dan memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan di sekolah. Tindakan tersebut dilakukan dengan aktivitas alami yang melibatkan guru dan siswa secara aktif untuk mencapai tujuan sekolah, dan memanfaatkan kegiatan ini. Menghijaukan halaman sekolah dan mengolah limbah adalah contoh yang sangat bagus di mana siswa dapat berkontribusi secara pribadi bertanggung jawab atas masalah lingkungan
Teori belajar datang dan pergi, tetapi selalu ada guru yang memiliki kemampuan untuk membuat siswa belajar dalam perjalanannya. Salah satu caranya adalah ke sekolah Adiwiyata. Membersihkan halaman sekolah, merawat tanaman, menjaga kebersihan toilet dan mandi adalah salah satu kegiatan nyata yang diterapkan untuk menumbuhkan kesadaran sekolah dan penguasaan konsep konsep lingkungan siswa.
Implementasi Adiwiyata di sekolah adalah salah satu upaya terpadu dalam penggunaan, regulasi, pemeliharaan, pemantauan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982). pengelolaan lingkungan juga harus merupakan upaya bersama dan bertanggung jawab dengan melibatkan sekolah warga bahwa lingkungan selalu lebih baik dan lebih sehat.
Dalam menjalankan dan melaksanakan Program Sekolah Adiwiyata, setiap sekolah paling tidak memenuhi setidaknya ada 4 hal pokok yang diwajibkan. Untuk itu yang harus diperhatikan pihak sekolah, yaitu:
1. Kebijakan Berwawasan Lingkungan;
2. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan;
3. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif; dan
4. Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan.
Kebijkan Berwawasan Lingkungan
Dalam pelaksanaan Program Adiwiyata setiap sekolah wajib memuat visi, misi, tujuan dan sasaran yang memuat kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Di mana visi, misi, tujuan dan sasaran itu dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan termuat dalam seluruh mata pelajaran. Baik dalam mata pelajaran wajib, muatan lokal maupun pengembangan diri pada Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH).
Sekolah harus bekerjasama atau bermitra dengan berbagai pihak, serta adanya peningkatan dan pengembangan mutu berbasis lingkungan hidup. Yang paling penting adalah, seluruh warga sekolah harus berkarakter dan berbudaya lingkungan hidup dalam kegiatan sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah.
Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan
Dalam hal ini, guru dan siswa memiliki kompetensi dalam mengembangkan metode pembelajaran lingkungan hidup. Pengembangan metode dilakukan secara aktif, seperti demonstasi, diskusi kelompok, simulasi, pengalaman lapangan, curah pendapat dan sebaginya. Dari hasil demonstrasi atau hasil karya lingkungan hidup siswa dan guru dapat dipublikasikan melalui beberapa media. Seperti di majalah dinding sekolah, koran, buletin sekolah, talk show di radio atau televisi, juga lewat website sekolah.
Sementara itu, siswa juga dapat berkreasi dengan membuat puisi, film pendek, lagu, gambar, hasil penelitian, dan produk daur ulang yang berhubungan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif
Kegiatan lingkungan berbasis partisipatif yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seluruh warga sekolah dalam rangka memelihara dan merawat gedung dan lingkungan sekolah. Seperti melakukan aksi pemeliharaan tanaman, pembuatan taman, pembuatan tanaman obat keluarga (toga), hutan sekolah, pembibitan pohon, kolam ikan dan juga pengomposan sampah.
Selain itu warga sekolah juga dituntut untuk melakukan inovasi dan kreativitas dalam kegiatan ekstrakurikuler. Seperti Pramuka, PMR, Karya Ilmiah Remaja, Dokter Kecil, dan Pencinta Alam untuk ikut dalam melestarikan lingkungan hidup.
Selain itu dituntut juga sekolah untuk menularkan ilmu program sekolah adiwiyata terhadap sekolah lain, dengan memberikan bimbingan dan pelatihan. Juga kunjungan kepada sekolah yang membutuhkan informasi dan ingin menjadi bagian dari keluarga program sekolah adiwiyata.
Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan
Guna mencapai Sekolah Adiwiyata, setiap sekolah wajib mengelola sarana pendukung yang ramah lingkungan dan ramah anak. Pemanfaatan kembali kertas atau daur ulang adalah salah satu upaya mendukung ramah lingkungan di sekolah.
Sekolah harus menyediakan ruang terbuka hijau (RTH), pengolahan air limbah, drainase yang baik, pengolahan air bersih, penyediaan tempat sampah terpisah (pengomposan). Gedung sekolah harus ramah lingkungan dan memiliki standar pengelolaan kebencanaan untuk mencegah warga sekolah. Untuk kantin sekolah harus ramah lingkungan, sehat, jujur dan ramah anak. Hal itu dapat ditempuh dengan cara kantin harus selalu bersih dan menghindari alat pembungkus makanan dari plastik, sterofoam dan aluminium foil.
Penting juga, kantin memiliki tempat pencucian piring dan gelas dengan air yang mengalir. Semua makanan yang dijual harus sesuai dengan standar kesehatan, yaitu terbebas dari zat pewarna buatan, perasa, pengawet, dan pengenyal. (*)
Tanpa terasa apa apa yang menjadi kegiatan dalam adiwiyata menuiapkan siswa guru dan semua komponen pendukung sekolah untuk siap dan dibiasakan dalam new normal. Beberapa protokol new normal yang relevan adalah al;
a) protokol bagi siswa yang hendak berangkat ke sekolah yang meliputi sebelum berangkat harus memastikan kondisi kesehatan, membawa bekal sendiri, pakaian harus bersih, menggunakan masker, langsung menuju sekolah dan tidak mampir terlebih dahulu, skrinning suhu tubuh ketika sampai di sekolah, beribadah secara bergantian dengan perlengkapan ibadah sendiri serta pengantar harus berhenti ditempat yang telah ditentukan;
b) Protokol Kesehatan bagi guru, meliputi selalu menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, melapor pada kepala sekolah jika merasa sakit, mengurang aktivitas diluar kegiatan pembelajaran, membawa bekal sendiri, beribadah secara bergantian dengan perlengkapan ibadah sendiri, selama mengajar tetap menjaga jarak dengan siswa, dan tidak memberikan tugas yang bahan/kertasnya berasal dari guru;
c) Standar protokol kesehatan sarana pra sarana sekolah, diantaranya : sosialisasi Covid-19 melalui spanduk/banner yang dipasang di lingkungan sekolah, menyediakan alat pengukur suhu (thermo gun), menyediakan wastafel/tempat cuci tangan lengkap dengan sabun, menyediakan disinfektan, menyediakan masker cadangan, optimalisasi fungsi UKS, mengatur jarak bangku di dalam kelas, meniadakan peralatan ibadah yang digunakan secara umum, melakukan penyemprotan disinfektan terhadap fasilitas sarana prasarana sekolah;
d) Protokol kesehatan saat pulang sekolah, seperti langsung menuju rumah tanpa mampir terlebih dahulu, menggunakan masker, sesampai di rumah lagsung mandi dan ganti pakaian serta tidak berkumpul dan melakukan kontak fisik dengan anggota keluarga yang lain.
Virus corona telah ada dan menyebar di Indonesia dan mau tidak mau kita harus hidup berdampingan dengan virus yang satu ini, tinggal bagaimana kita harus mulai beradaptasi dan bisa menerapkan strategi bagaimana menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari ditengah masa pandemi dan mulai menjalankan kebiasaan dan perubahan pola perilaku dalam aktivitas normal yang baru. Sambil kita semua berharap dan berdoa semoga wabah ini segera berakhir. Dan program Adiwiyata telah mempersiapkan semua pelaksananya untuk lebih tanggap terhadap new normal yang di canangkan pemerintah.
Post a Comment
Post a Comment